Piero Sraffa (1898-1983)
Piero Sraffa (5 Agustus 1898 - 3 September
1983) adalah seorang ekonom Italia berpengaruh yang
menjabat sebagai dosen ekonomi di Universitas Cambridge . Bukunya Produksi
Komoditas oleh Sarana Komoditas diambil sebagai pendiri sekolah ekonomi neo-Ricardian . Sraffa
lahir di Turin, Italia, dari Angelo Sraffa (1865–1937) dan Irma Sraffa (née
Tivoli) (1873–1949) pasangan Yahudi Italia yang kaya
raya.
Pada 1925, Sraffa menulis tentang skala pengembalian dan persaingan sempurna .
Dalam artikel 1926, The Laws of Returns under
Competitive Conditions, yang diterbitkan dalam The
Economic Journal, Sraffa mengungkapkan bahwa saat ini
perusahaan-perusahaan besar sudah banyak dan perusahaan-perusahaan itu tahu
kalau seandainya mereka mengubah keputusan output atau penawaran maka
harga-harga dapat berubah.
Sraffa melanjutkan dan mengembangkan
karyanya pada tahun 1925 untuk menunjukkan ketidakkonsistenan teori Marshall
tentang keseimbangan parsial, yang menurutnya, dalam persaingan untuk setiap
barang:
- Harga keseimbangan
ditentukan oleh perpotongan kurva permintaan dan penawaran.
Kurva penawaran simetris dengan kurva permintaan.
- Ketika kuantitas
yang diproduksi oleh perusahaan meningkat, pada awalnya ada peningkatan
pengembalian dan di luar titik tertentu terjadi penurunan pengembalian.
Sraffa mencatat bahwa hukum pengembalian
menurun dan hukum pengembalian meningkat memiliki asal-usul dan bidang
penerapan yang berbeda (dan karena itu tidak dapat menjelaskan bentuk kurva
penawaran yang sama): hukum pengembalian yang menurun pada awalnya diterapkan
pada seluruh ekonomi dan dihasilkan dari kelangkaan lahan pertanian sebagai
alat produksi (teori sewa David Ricardo); sementara hukum pengembalian meningkat diterapkan pada
masing-masing perusahaan dan dihasilkan dari manfaat pembagian kerja. Yang pertama memungkinkan untuk mempelajari hukum-hukum
distribusi, yang kedua dari produksi.
"Tidak seorang pun, sampai secara
komparatif baru-baru ini - tulis Sraffa - telah memikirkan untuk menyatukan dua
kecenderungan ini dalam satu hukum tunggal produktivitas non-proporsional, dan
menganggap ini sebagai salah satu dasar dari teori harga". Sraffa
mengamati bahwa gagasan tentang mempertimbangkan hukum pengembalian
non-proporsional sebagai dasar untuk teori harga muncul, untuk analogi, hanya
setelah studi tentang penurunan utilitas telah menarik perhatian pada hubungan
antara harga dan jumlah yang dikonsumsi. Bahkan, "jika biaya produksi setiap unit komoditas yang
dipertimbangkan tidak berbeda dengan variasi dalam jumlah yang diproduksi maka
simetri akan rusak, harga akan ditentukan secara eksklusif oleh perluasan
produksi dan permintaan tidak akan dapat memiliki pengaruh sama sekali ".
Kesulitan-kesulitan sistem yang dapat
didefinisikan sebagai persilangan kurva penawaran dan permintaan, pertama-tama
bergantung pada heterogenitas asumsi di mana dua kecenderungan yang berbeda ini
didasarkan. Penurunan
pengembalian dan kenaikan biaya disebabkan oleh ketersediaan terbatas dari
beberapa input yang mencegah semua input bervariasi dalam proporsi optimal.
Dengan kata lain, jika input dibatasi dalam jumlah,
kenaikan tingkat produksi menyebabkan proporsi yang kurang efisien di antara
input dengan penurunan produktivitas. Sebaliknya,
kecenderungan penurunan biaya berasal dari variasi dalam jumlah semua input,
dan oleh karena itu mereka dapat terjadi hanya ketika tidak ada faktor konstan.
Kesulitan kedua berasal dari fakta bahwa,
seperti yang dicatat Sraffa, dalam teori neoklasik harga, keseimbangan
perusahaan individual ditentukan berdasarkan variasi biaya yang berasal dari
peningkatan kecil dalam produksinya (teori marginalis) dan mengambil situasi
tidak berubah dalam perusahaan lain dari industri yang sama dan seluruh
ekonomi, mengikuti hipotesis ceteris paribus , yaitu kondisi lain
dianggap sama. Analisis neoklasik yang dikemukakan
Sraffa, bahwa pada kurva biaya rata-rata ada bagian yang menurun, maka tidak
mungkin terjadi dalam kenyataan struktur pasar persaingan sempurna. Justru
struktur monopoli banyak ditemukan dalam kenyataannya. Dengan demikian
andaian-andaian yang digunakan dalam struktur pasar persaingan sempurna tidak
realistik.
Sraffa menyoroti bahwa kemungkinan
menerapkan hipotesis peningkatan biaya pada kurva penawaran terbatas pada
kasus-kasus langka di mana sebagian besar pasokan input digunakan untuk produksi
hanya satu komoditas. Namun,
secara umum setiap input digunakan oleh sejumlah industri tertentu yang
menghasilkan barang yang berbeda. Akhirnya,
Sraffa menyatakan bahwa "pengalaman sehari-hari menunjukkan bahwa
mayoritas yang memproduksi barang-barang konsumen yang diproduksi beroperasi
dalam kondisi biaya individu yang semakin berkurang. Jika batas ekspansi
perusahaan tidak muncul dari peningkatan biaya, maka hal itu mungkin timbul
dari kesulitan dalam memperluas pangsa pasar tanpa mengubah salah satu dari
ketiga aspek ini: meningkatkan kualitas output, mengurangi harganya, atau
meningkatkan ekspansi pemasaran. Pertimbangan ini dikembangkan pada tahun
1930-an, dengan teori persaingan tidak sempurna .
Teori Neo-Klasik
Teori neo-klasik dimulai oleh Geotge H. Bort dengan
menitik beratkan analisanya pada ekonomi Neo klasik. Model ini
menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu wilayah akan sangat ditentukan oleh
kemampuan wilayah tersebut untuk meningkatkan kegiatan
produksinya. Sedangkan kegiatan produksi pada suatu daerah tidak hanya di
tentukan oleh potensi daerah yang bersangkutan, tetapi juga ditentukan oleh
mobilitas tenaga kerja dan mobilitas antar daerah. Ekonomi neoklasik adalah teori
luas yang berfokus pada penawaran dan permintaan sebagai kekuatan pendorong di
balik produksi, penetapan harga, dan konsumsi barang dan jasa. Itu muncul di
sekitar tahun 1900 untuk bersaing dengan teori-teori ekonomi klasik sebelumnya.
Salah
satu asumsi awal utama ekonomi neoklasik adalah bahwa utilitas untuk konsumen,
bukan biaya produksi, adalah faktor paling penting dalam menentukan nilai suatu
produk atau jasa. Istilah ekonomi neoklasik diciptakan pada tahun 1900. Ekonom
neoklasik percaya bahwa perhatian pertama konsumen adalah memaksimalkan
kepuasan pribadi. Oleh karena itu, mereka membuat keputusan pembelian
berdasarkan evaluasi mereka terhadap utilitas suatu produk atau layanan. Teori
ini bertepatan dengan teori perilaku rasional, yang menyatakan bahwa orang
bertindak rasional ketika membuat keputusan ekonomi. Lebih jauh, ekonomi
neoklasik menetapkan bahwa suatu produk atau layanan sering memiliki nilai di
atas dan di luar biaya produksinya. Sementara teori ekonomi klasik
mengasumsikan bahwa nilai suatu produk berasal dari biaya bahan ditambah biaya
tenaga kerja, ekonom neoklasik mengatakan bahwa persepsi konsumen tentang nilai
suatu produk mempengaruhi harga dan permintaan.
Akhirnya, teori ekonomi
ini menyatakan bahwa persaingan mengarah pada alokasi sumber daya yang efisien
dalam suatu ekonomi. Kekuatan penawaran dan permintaan menciptakan keseimbangan
pasar. Berbeda dengan ekonomi Keynesian, seolah neoklasik menyatakan bahwa
tabungan menentukan investasi. Ini menyimpulkan bahwa keseimbangan di pasar dan
pertumbuhan di lapangan kerja penuh harus menjadi prioritas ekonomi utama
pemerintah. Pengikut ekonomi neoklasik percaya bahwa tidak ada batas atas untuk
keuntungan yang dapat dibuat oleh kapitalis pintar karena nilai suatu produk
didorong oleh persepsi konsumen. Perbedaan antara biaya aktual produk dan harga
jualnya disebut surplus ekonomi.Namun, pemikiran seperti ini bisa dikatakan
telah menyebabkan krisis keuangan tahun 2008. Menjelang krisis itu, para ekonom
modern percaya bahwa instrumen keuangan sintetis tidak memiliki plafon harga
karena investor di dalamnya menganggap pasar perumahan sebagai potensi
pertumbuhan yang tak terbatas. Baik ekonom dan investor salah, dan pasar untuk
instrumen keuangan itu jatuh.
Teori Marx (Teori nilai Tenaga Kerja)
Teori nilai tenaga kerja
adalah pilar utama ekonomi Marxis tradisional, yang jelas dalam karya Marx,
Capital (1867). Klaim dasar sederhana: nilai komoditas dapat diukur secara
obyektif oleh jumlah rata-rata jam kerja yang diperlukan untuk memproduksi komoditi
itu. Dipercaya secara luas bahwa Marx
mengadaptasi teori nilai kerja dari Ricardo sebagai konsep pendirian untuk
studinya tentang akumulasi modal. Karena teori nilai kerja secara umum telah
didiskreditkan, maka sering kali secara dogmatis dinyatakan bahwa teori-teori
Marx tidak berharga. Menurut Marx, dalam system ekonomi kapitalis tinggi upah
buruh yang tepat ditentukan oleh cara yang sama. Upah buruh adalah imbalan atau
pembayaran bagi tenaga kerja buruh. Tenaga kerja buruh diperlakukan persis sebagai
komoditi. Nilai tenaga kerja
sama seperti nilai setiap komoditi ditentukan oleh jumlah pekerjaan yang perlu
untuk menciptakannya. Maka nilai tenaga kerja adalah jumlah nilai semua
komoditi yang perlu dibeli oleh buruh agar ia dapat hidup, artinya agar ia
dapat memulihkan tenaga kerjanya serta memperbaharuinya dan menggantikannya
kalau ia sudah tidak dapat bekerja lagi. Dengan kata lain, nilai tenaga kerja
buruh adalah jumlah nilai makanan, pakaian, tempat tinggal, dan semua kebutuhan
hidup lain si buruh dan keluarganya sesuai dengan tingkat sosial dan kultural
masyrakat yang bersangkutan.
Maka menurut Marx upah yang diterima buruh
adalah “adil” dalam arti bahwa transaksi antara majikan dan buruh berupa
“pertukaran equvalent” : penyerahan tenaga kerja oleh buruh diberi imbalan
sesuai dengan hukum pasar. Jadi Marx tidak mengandaikan adanya sesuatu
penghisapan buruh yang luar biasa. Ia mengatakan bahwa dalam situasi dan
kondisi biasa. upah buruh pun biasa, sesuai dengan “harganya”.
Pandangan Marx sedikit berbeda
dengan yang lain karena ia menggunakan istilah socially necessary yang
menilai kerja bukan dari individu, tetapi dari rata-rata kumpulan individu.
Misalnya dalam satu wilayah ada tiga orang yang memproduksi tempe dengan
kualitas yang sama, sebut saja A, B, dan C. Ketiganya sama-sama membutuhkan
waktu satu jam untuk membuat satu kotak tempe. Maka bisa dikatakan satu kotak
tempe bernilai satu jam tenaga kerja yang diperlukan secara sosial. Lalu,
keuntungan akan timbul ketika ada produsen yang bisa memproduksi satu kotak
tempe dalam waktu di bawah waktu yang diperlukan secara sosial.
Marx sebenarnya tidak secara
eksplisit menyebutkan teori nilai kerja karena pokok pikirannya adalah hukum
nilai dari komoditas (law of the value of commodities) atau disingkat
hukum nilai (law of value) saja. Dari pikiran Marx ini kemudian muncul
dua konsep nilai, yaitu konsep nilai guna/pakai dan konsep nilai tukar yang
terpisah. Meskipun sebenarnya konsep ini juga telah dijelaskan oleh Adam Smith
secara singkat, tetapi Marx-lah yang membahas dengan lebih terperinci.
Sumber:
Amien, Rizal. (2019).
Mengenal Teori Neoklasik. (https://www.kompasiana.com/mohrizal00160/5dc83e65097f367cff055142/mengenal-teori
neoklasik).
Tentorku.Teroi
nilai dalam ilmu ekonomi (Theory of Value).
Ko, bukan dari R. Hahnel ya
ReplyDelete